Surat Al
Ikhlash termasuk diantara surat-surat pendek dalam Al Qur’an. Surat ini
sering kali dibaca dan diulang-ulang, hampir-hampir sudah menjadi bacaan
harian bagi setiap muslim baik ketika sholat ataupun dzikir. Bukan
karena surat ini pendek dan mudah di hafal. Namun memang demikianlah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam keseharian beliau tidak
lepas dari membaca surat yang mulia ini. Lebih dari itu surat yang mulia
ini mengandung makna-makna yang penting dan mendalam. Oleh karena itu
meski surat ini pendek tapi memiliki kedudukan yang tinggi dibanding
surat-surat lainnya. Bahkan kedudukannya sama dengan sepertiga Al
Qur’an.
Para
pembaca yang mulia, pada edisi kali ini kami sajikan tentang
kandungan-kandungan penting dan mendalam dalam surat Al Ikhlash, agar
menambah kekhusu’an kita dalam membaca surat ini dan bisa mengamalkan
kandungan-kandungan penting tersebut dalam kehidupan kita.
Kedudukan Surat Al Ikhlas
Diriwiyatkan dalam shahih Al Bukhari dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Ada seorang shahabat Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar tetangganya membaca berulang-ulang:
Diriwiyatkan dalam shahih Al Bukhari dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Ada seorang shahabat Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar tetangganya membaca berulang-ulang:
قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ
Kemudian di
pagi harinya dia menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan
menceritakan tentang perbuatan tetangganya tersebut. Seakan akan
shahabat ini menganggap ringan kedudukan surat ini. Maka Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Demi jiwaku
yang ada ditangan-Nya. Sesungguhnya surat Al Ikhlas benar-benar menyamai
sepertiga Al-Qur’an.” (HR Al-Bukhari Bab Fadhail Qur’an no. 5014)
Para ulama’
telah menjelaskan sebab kenapa surat Al Ikhlash ini menyamai sepertiga
Al Qur’an. Karena di dalam Al Qur’an mengandung tiga pokok yang paling
mendasar yaitu;
pertama: Tauhid,
Kedua: Kisah-kisah rasul dan umatnya,
Ketiga: Hukum-hukum syari’at.
pertama: Tauhid,
Kedua: Kisah-kisah rasul dan umatnya,
Ketiga: Hukum-hukum syari’at.
Sedangkan
surat Al Ikhlas ini, mengandung pokok-pokok dan kaidah-kaidah ilmu
tauhid. Atas dasar inilah surat Al Ikhlash menyamai sepertiga Al-Qur’an.
Kandungan Surat Al-Ikhlas
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
“Katakanlah:
“Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, Dan tiada seorangpun yang setara dengan-Nya.”(QS.
Al-Ikhlas: 1-4)
Dalam ayat pertama:
قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (tunggal).”
Para pembaca
yang mulia, dalam ayat pertama Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa
dirinya memiliki nama Al Ahad yang mengandung sifat ahadiyyah yang
bermakna esa atau tunggal. Dia-lah esa dalam segala nama-nama-Nya yang
mulia dan esa pula dalam seluruh sifat-sifat-Nya yang sempurna. Dia-lah
esa, tiada siapa pun yang semisal dan serupa dengan keagungan dan
kemulian Allah subhanahu wata’ala.
Kalau kita memperhatikan penciptaan alam semesta ini dari bumi, langit, matahari, bulan, lautan, gunung-gunung, bukit-bukit, iklim/suhu dan seluruh makhluk yang di alam ini, semuanya tertata rapi dan serasi menunjukkan bahwa pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta ini adalah esa yaitu Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dia-lah Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat ada sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak akan menemukan sesuatu yang cacat,…” (Al Mulk: 2-3)
Kalau kita memperhatikan penciptaan alam semesta ini dari bumi, langit, matahari, bulan, lautan, gunung-gunung, bukit-bukit, iklim/suhu dan seluruh makhluk yang di alam ini, semuanya tertata rapi dan serasi menunjukkan bahwa pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta ini adalah esa yaitu Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dia-lah Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat ada sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak akan menemukan sesuatu yang cacat,…” (Al Mulk: 2-3)
Dan juga firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al Baqarah: 164)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al Baqarah: 164)
Fitrah manusia yang suci pasti dalam hatinya akan menyakini keesaan Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana perkataan penyair:
وَفِيْ كُلِّ شَيْءٍ لَهُ آيَةٌ
تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ اْلوَاحِدُ
تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ اْلوَاحِدُ
Dan pada segala sesuatu terdapat tanda-tanda bagi-Nya
Yang semua itu menunjukkan bahwa Allah adalah Esa.
Yang semua itu menunjukkan bahwa Allah adalah Esa.
Kalau
sekiranya yang menguasai dan mengatur bumi dan langit serta seluruh alam
ini lebih dari satu niscaya bumi dan langit serta alam ini akan hancur
berantakan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Sekiranya ada di langit dan di bumi pengatur dan pencipta selain Allah tentulah keduanya telah rusak dan binasa.” (Al-Anbiya: 22)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi pengatur dan pencipta selain Allah tentulah keduanya telah rusak dan binasa.” (Al-Anbiya: 22)
Demikian pula
Allah subhanahu wata’ala adalah esa dalam peribadahan. Bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah subhanahu wata’ala
dan sesembahan-sesembahan selain Allah subhanahu wata’ala itu adalah
batil.
Sehingga
termasuk kandungan dari ayat pertama, yaitu bahwa Allah subhanahu
wata’ala adalah esa (tunggal) dalam penciptaan, pengaturan dan pengusaan
alam semesta ini, maka seharusnya Dia-lah Allah subhanahu wata’ala pula
adalah esa (tunggal) dalam peribadahan. Sebagaimana Allah subhanahu
wata’ala berfirman (artinya):
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa, (karena) Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk kalian; Karena itu janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahuinya.” (Al Baqarah: 21-22)
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa, (karena) Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk kalian; Karena itu janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahuinya.” (Al Baqarah: 21-22)
Bahkan
sesungguhnya kitab suci Al-Qur’an dan semua risalah yang dibawa oleh
para Nabi tidaklah datang melainkan dalam rangka menjelaskan tentang
keesaan Allah subhanahu wata’ala yaitu bahwa tidak ada yang berhak
didibadahi kecuali Allah subhanahu wata’ala semata. Sebagaimana
firman-Nya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Aku, maka sembahlah kamu sekalian kepada-Ku”. (Al-Anbiya’: 25)
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Aku, maka sembahlah kamu sekalian kepada-Ku”. (Al-Anbiya’: 25)
Dalam ayat yang kedua Allah subhanahu wata’ala berfirman:
اللَّهُ الصَّمَدُ
“Allah adalah (Rabb) yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Dalam ayat
ini Allah subhanahu wata’ala mengkhabarkan kepada kita salah satu
nama-Nya pula adalah Ash Shomad. Yang mengandung makna bahwa Dia-lah
Rabb satu-satunya tempat bergantung dari seluruh makhluk. Dia-lah yang
memenuhi seluruh kebutuhan makhluk-Nya. Karena Dia-lah Yang Maha Kaya
dengan kekayaan yang tiada batas dan Dia pula Yang Maha Kuasa dengan
kekuasaan yang tiada tara. Tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan
menolak mudharat kecuali hanya Allah subhanahu wata’ala semata. Allah
subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya …” (Yunus: 107)
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya …” (Yunus: 107)
Rasulllah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
“Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.” (HR. Al Bukhari)
Allah
subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menegaskan bahwa makhluk itu lemah dan
tidak punya daya dan kekuatan. Oleh karena itulah Allah subhanahu
wata’ala sebagai tempat satu-satunya untuk bergantung dari seluruh
makhluknya.
Lalu pantaskah seorang hamba bergantung kepada selain Allah subhanahu wata’ala? Atau berdo’a, meminta pertolongan, meminta barokah, mempersembahkan sesembelihan kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Pantaskan seorang hamba menyembelih sesembelihan diperuntukan sang penunggu pohon, gunung, laut, kuburan atau selainnya. Tentu hal itu sangat tidak pantas, karena Allah subhanahu wata’ala adalah Al Ahad yang maha esa dalam penciptaan dan pengaturan, Dia-lah pula yang maha esa dalam peribadahan. Dan Dia subhanahu wata’ala juga adalah Ash Shomad, tempat satu-satuya bergantung dari seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia-lah pula yang berhak untuk diibadahi semata.
Lalu pantaskah seorang hamba bergantung kepada selain Allah subhanahu wata’ala? Atau berdo’a, meminta pertolongan, meminta barokah, mempersembahkan sesembelihan kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Pantaskan seorang hamba menyembelih sesembelihan diperuntukan sang penunggu pohon, gunung, laut, kuburan atau selainnya. Tentu hal itu sangat tidak pantas, karena Allah subhanahu wata’ala adalah Al Ahad yang maha esa dalam penciptaan dan pengaturan, Dia-lah pula yang maha esa dalam peribadahan. Dan Dia subhanahu wata’ala juga adalah Ash Shomad, tempat satu-satuya bergantung dari seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia-lah pula yang berhak untuk diibadahi semata.
Dalam ayat ketiga Allah subhanahu wata’ala berfirman:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
“Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.”
Ayat ini
menunjukkan akan kesempurnaan Allah subhanahu wata’ala, Dia tidak
memiliki anak dan tidak pula diperanakkan serta Dia pun tidak meliki
istri. Sehingga Dia-lah esa dalam segala sifat-sifat-Nya yang tiada
setara dengan-Nya. Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam firman-Nya:
“Dia pencipta langit dan bumi, Maka bagaimana mungkin Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (Al-An’am: 101)
“Dia pencipta langit dan bumi, Maka bagaimana mungkin Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (Al-An’am: 101)
Sehingga
tidak benar perkataan Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah subhanahu
wata’ala, tidak bernar pula perkataan Nasrani bahwa Isa adalah Allah
subhanahu wata’ala ataupun keyakinan trinitas, tidak benar pula
perkataan orang-orang musyrikin Quraisy bahwa malaikat adalah anak
perempuan Allah. Subhanallah (Maha Suci Allah) dari apa yang mereka
katakan.
Dalam ayat terakhir, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tiada seorangpun yang setara dengan-Nya.”
Allah
subhanahu wata’ala menutup surat Al Ikhlash ini dengan penegasan bahwa
tidak ada yang siapa pun yang setara dan serupa dengan sifat-sifat Allah
yang maha mulia dan sempurna. Sebagaimana juga ditegaskan dalam
ayat-ayat lainnya, diantaranya;
“Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” (Al Isra’: 111)
“Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” (Al Isra’: 111)
Keutamaan surat Al Ikhlas
Di antara keutamaan surat Al-Ikhlash adalah sebagai berikut:
Di antara keutamaan surat Al-Ikhlash adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan kecintaan Allah subhanahu wata’ala
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus seorang shahabat dalam sebuah pertempuran. Lalu dia mengimami sholat dan selalu membaca surat Al Ikhlas. Tatkala mereka kembali dari pertempuran mereka adukan hal tersebut kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: “Tanyakan kepadanya apa yang melatarbelakangi dia berbuat seperti itu, merekapun menanyakannya. Lalu Dia pun menjawab: “Karena sesungguhnya surat Al Ikhlas itu mengandung sifat yang dimiliki oleh Ar Rahman (Allah) dan aku suka untuk membacanya. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kabarkan kepadanya bahwa Allah subhanahu wata’ala mencintainya” (HR. Al-Bukhari no. 7375)
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus seorang shahabat dalam sebuah pertempuran. Lalu dia mengimami sholat dan selalu membaca surat Al Ikhlas. Tatkala mereka kembali dari pertempuran mereka adukan hal tersebut kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: “Tanyakan kepadanya apa yang melatarbelakangi dia berbuat seperti itu, merekapun menanyakannya. Lalu Dia pun menjawab: “Karena sesungguhnya surat Al Ikhlas itu mengandung sifat yang dimiliki oleh Ar Rahman (Allah) dan aku suka untuk membacanya. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kabarkan kepadanya bahwa Allah subhanahu wata’ala mencintainya” (HR. Al-Bukhari no. 7375)
2. Mendapatkan Jannah
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku pernah bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan disaat itu beliau mendengar seseorang membaca:
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku pernah bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan disaat itu beliau mendengar seseorang membaca:
قُلْ هُوَاللهُ أَحَدٌ
Lalu beliau
bersabda: “Dia telah mendapatkan”, Abu Hurairah bertanya: “Mendapatkan
apa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Al Jannah (surga).”(HR. At
Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Kecintaanmu terhadap surat Al Ikhlas memasukkanmu ke dalam al jannah.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Kecintaanmu terhadap surat Al Ikhlas memasukkanmu ke dalam al jannah.” (HR. Al-Bukhari)
3. Do’a yang tidak tertolak
Dari Buraidah bin Khusaib radhiallahu ‘anhu, beiau berkata: “Aku pernah masuk masjid bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang shahabat shalat dan membaca dalam do’anya:
Dari Buraidah bin Khusaib radhiallahu ‘anhu, beiau berkata: “Aku pernah masuk masjid bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang shahabat shalat dan membaca dalam do’anya:
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَ لُكَ بِأَنِّي أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ اْللأَ
حَدُ ألصَّمَدُ اَّّلذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ
كُفُوًا أَحَدٌ
Lalu beliau
bersabda: “Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya. Sungguh dia telah meminta
dengan nama-Nya yang mulia, yang jika ia meminta dengan nama tersebut,
Allah akan memberinya dan jika dia berdo’a dengannya, diterima.”(HR. Abu
Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Maroji’ : Salafy.org